Liputan6.com, Seoul - Tim kuasa hukum presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, mengatakan pada Selasa (17/12/2024) bahwa kliennya tidak melakukan pemberontakan dengan mengumumkan pemberlakuan darurat militer pada 3 Desember dan dia akan membela diri atas tuduhan tersebut di pengadilan.
"Penerapan darurat militer oleh Yoon Suk Yeol tidak memenuhi syarat untuk dianggap sebagai pemberontakan ... (kami) akan mengajukan banding di pengadilan," kata Seok Dong-hyeon, anggota tim hukum Yoon, sebut kantor berita Yonhap seperti dikutip, Rabu (18/12).
"Meski kami tidak menganggap tuduhan pemberontakan ini sah secara hukum, kami akan mematuhi penyelidikan."
Pernyataan tersebut disampaikan beberapa jam setelah Yonhap melaporkan penyelidik telah memberi tahu Yoon Suk Yeol bahwa dia menghadapi kemungkinan penangkapan jika tidak hadir pada hari Sabtu (21/12) untuk memberi keterangan terkait upayanya menerapkan darurat militer.
Yoon Suk Yeol sedang diselidiki oleh jaksa Korea Selatan serta tim gabungan yang terdiri dari polisi, kementerian pertahanan, dan penyelidik anti-korupsi.
Dia dan beberapa orang terdekatnya menghadapi kemungkinan hukuman penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati jika terbukti bersalah. Sementara itu, larangan bepergian terhadap dirinya tetap berlaku.
Dalam perkembangan lainnya pada Selasa, kantor berita Yonhap juga melaporkan bahwa penyelidik gagal memasuki kantor Yoon Suk Yeol untuk mencari bukti setelah petugas keamanan kantor kepresidenan menolak memberi mereka akses.
Ini merupakan upaya kedua pihak berwenang untuk menggeledah kantor kepresidenan terkait deklarasi darurat militer yang dibatalkan hanya dalam beberapa jam setelah terjadi ketegangan dengan parlemen. Upaya sebelumnya pada 11 Desember gagal, namun kantor kepresidenan secara sukarela menyerahkan beberapa data.
Besarnya Penolakan dan Sedikitnya Dukungan
Mahkamah Konstitusi Korea Selatan pada Senin memulai proses terhadap Yoon Suk Yeol dan memiliki waktu sekitar enam bulan untuk memutuskan apakah akan mengesahkan pemakzulannya.
Seorang juru bicara pengadilan mengatakan para hakim telah menjadwalkan sidang awal pada 27 Desember, yang tidak diwajibkan dihadiri oleh Yoon Suk Yeol.
Pemilu baru harus dilaksanakan dalam dua bulan jika pemecatannya disahkan oleh Mahkamah Konstitusi. Perdana Menteri Han Duck-soo saat ini menjabat sebagai pemimpin sementara menggantikan Yoon Suk Yeol.
Yoon Suk Yeol dimakzulkan oleh parlemen Korea Selatan pada Sabtu (14/12) setelah upayanya yang gagal untuk menerapkan darurat militer, yang menyebabkan negara itu terjerumus dalam kekacauan politik terburuk dalam beberapa tahun terakhir.
Protes besar menentang pemecatan pemimpin tersebut, dengan demonstrasi kecil yang mendukungnya, mengguncang ibu kota Korea Selatan sejak pengumuman darurat militer Yoon Suk Yeol pada 3 Desember yang berlangsung singkat.
Para demonstran dari kedua kubu berjanji terus memberikan tekanan selama Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan nasib Yoon Suk Yeol.
Pada Senin (16/12) malam, ratusan warga Korea Selatan menggelar aksi di pusat Seoul untuk menyerukan pemecatan resmi Yoon Suk Yeol.
"Saya datang ke sini lagi, berharap kita tidak akan pernah memiliki presiden seperti ini lagi," kata Kim Chan-suk, 67 tahun, kepada AFP.
Seorang lainnya, Han Myung-hak, 52 tahun, menuturkan kepada AFP, "Saya datang setiap hari untuk melanjutkan perjuangan hingga Mahkamah Konstitusi membuat keputusan."