Liputan6.com, Jakarta - Indonesia menyampaikan keinginannya untuk bergabung dengan BRICS dalam KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia, pada 22-24 Oktober 2024. Dengan demikian, proses Indonesia untuk bergabung menjadi anggota BRICS telah dimulai.
"Bergabungnya Indonesia ke BRICS merupakan pengejawantahan politik luar negeri bebas aktif," demikian disampaikan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Sugiono dalam pernyataannya, seperti dikutip Jumat (25/10). "Bukan berarti kita ikut kubu tertentu, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum."
"Kita juga melihat prioritas BRICS selaras dengan program kerja Kabinet Merah Putih, antara lain terkait ketahanan pangan dan energi, pemberantasan kemiskinan ataupun pemajuan sumber daya manusia."
Lewat BRICS, Indonesia ingin mengangkat kepentingan bersama negara-negara berkembang atau Global South.
"Kita lihat BRICS dapat menjadi kendaraan yang tepat untuk membahas dan memajukan kepentingan bersama Global South," tutur Menlu Sugiono. "Namun, kita juga melanjutkan keterlibatan atau engagement kita di forum-forum lain, sekaligus juga terus melanjutkan diskusi dengan negara maju."
Menlu Sugiono menambahkan contoh konkret keberlanjutan ini antara lain, "Bulan depan bapak presiden akan ikuti KTT G20 di Rio de Janeiro, Brasil, sementara saya juga diundang menghadiri pertemuan tingkat Menlu kelompok negara maju G7 expanded session di Fiuggi, Italia. Hal ini menegaskan peran penting Indonesia sebagai bridge builder atau jembatan antara negara berkembang dan negara maju."
Pada KTT BRICS di Kazan, Menlu Sugiono hadir sebagai utusan khusus Presiden Prabowo Subianto.
Selanjutnya, Menlu Sugiono mengajukan beberapa langkah konkret untuk memperkuat kerja sama BRICS dan Global South. Pertama, menegakkan hak atas pembangunan berkelanjutan, di mana negara-negara berkembang membutuhkan ruang kebijakan, sementara negara maju harus memenuhi komitmen mereka.
Kedua, mendukung reformasi sistem multilateral agar lebih inklusif, representatif, dan sesuai dengan realitas saat ini. Institusi internasional harus diperkuat dan memiliki sumber daya yang memadai untuk memenuhi mandatnya.
Terakhir, adalah menjadi kekuatan untuk persatuan dan solidaritas di antara negara negara Global South. BRICS dirasa dapat berfungsi sebagai perekat untuk mempererat kerja sama di antara negara-negara berkembang.
Di forum KTT BRICS pula Menlu Sugiono menyampaikan pesan presiden tentang anti penjajahan dan anti penindasan. Secara khusus, Menlu Sugiono menekankan solidaritas dan komitmen terhadap perdamaian global dan menggarisbawahi krisis yang berlangsung di Palestina dan Lebanon.
"Indonesia tidak dapat berdiam diri saat kekejaman ini terus berlanjut tanpa ada yang bertanggung jawab," tegas Menlu Sugiono.
Indonesia menyerukan gencatan senjata dan penegakkan hukum internasional, serta pentingnya dukungan berkelanjutan untuk pemulihan Jalur Gaza.
Menlu Sugiono juga menggunakan kesempatan di Kazan untuk melakukan berbagai pertemuan bilateral utamanya dengan Menlu Rusia Sergey Lavrov sebagai tuan rumah dan negara mitra sahabat lain, yakni Sekjen PLO Palestina, Menlu China, India, Thailand, Menteri Ekonomi Malaysia dan presiden New Development Bank. Selain itu, Menlu Sugiono turut melakukan pembicaraan perkenalan via telepon dengan Menlu Singapura dan Kamboja.
BRICS adalah kelompok informal yang awalnya beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Kelompok ini pertama kali diinisiasi pada tahun 2006 untuk membahas isu-isu terkini global. Keanggotaannya diperluas pada tahun 2023 dengan bergabungnya Ethiopia, Iran, Mesir, dan Uni Emirat Arab.
Sebelumnya, pada Kamis (24/10), unggahan akun @BRICSInfo di platform media sosial X menyebutkan 13 negara telah ditambahkan ke aliansi tersebut sebagai negara mitra, yakni Indonesia, Malaysia, Vietnam, Thailand, Aljazair, Belarus, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Nigeria, Turki, Uganda, dan Uzbekistan.