Liputan6.com, Jakarta - Ilmuwan iklim terkemuka di dunia mengingatkan bahaya runtuhnya arus Atlantik. Mereka mengatakan risiko melemahnya sirkulasi laut di Atlantik yang diremehkan memerlukan tindakan mitigasi.
Melansir laman Live Science pada Jumat (25/10/2024), arus yang dimaksud adalah arus yang membentuk Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC). Arus ini kerap disebut sebagai sabuk konveyor samudra raksasa yang meliputi Arus Teluk yang mengangkut suhu panas ke Belahan Bumi Utara.
Penelitian menunjukkan bahwa AMOC melambat dan akan segera mencapai titik kritis akibat pemanasan global. Hal ini dapat mengakibatkan kekacauan iklim di Bumi.
Jika AMOC berhenti, hal itu akan memicu pergeseran ke arah selatan dalam sistem monsun tropis, dengan konsekuensi bencana bagi pertanian dan ekosistem. Arus laut yang terhenti juga dapat menaikkan permukaan laut di sepanjang pantai Atlantik Amerika dan menyebabkan ekosistem laut dan perikanan menjadi terganggu.
AMOC dapat runtuh dalam beberapa dekade mendatang, meskipun ada ketidakpastian yang besar dalam memperkirakan rentang waktu. Laporan terbaru oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan bahwa ada keyakinan bahwa Atlantic Meridional Overturning Circulation (Sirkulasi Terbalik Meridian Atlantik) tidak akan runtuh secara tiba-tiba sebelum tahun 2100.
Tetapi para ilmuwan mengatakan ini adalah perkiraan yang terlalu rendah.
Sistem Arus Laut
Studi yang terbit di jurnal Science Advances melaporkan sistem arus laut menjadi pendeteksi dini akan kondisi iklim yang stabil. Namun, studi telah menunjukkan bahwa sistem arus laut yang sangat penting ini mungkin sudah berada di ambang kehancuran.
AMOC adalah bagian dari Arus Teluk dan arus kuat telah dipantau sejak 2004. Sistem AMOC bekerja seperti ban berjalan global raksasa, yang membawa air hangat dari daerah tropis menuju Atlantik Utara.
Di tempat ini, air akan dan menjadi lebih asin dan tenggelam jauh ke dalam Samudra Atlantik, sebelum menyebar ke selatan. Arus tersebut membawa panas dan nutrisi ke berbagai wilayah di dunia dan memainkan peran penting dalam menjaga iklim di sebagian besar belahan Bumi Utara tetap sejuk.
Selama beberapa dekade, para ilmuwan telah memperingatkan akan stabilitas sirkulasi karena perubahan iklim telah menghangatkan lautan dan mencairkan es. Hal ini yang kemudian mengganggu keseimbangan panas dan garam yang menentukan kekuatan arus.
Dengan menggunakan pemodelan, ilmuwan melihat AMOC secara bertahap melemah hingga tiba-tiba runtuh. Namun, penelitian belum memberikan kerangka waktu untuk potensi keruntuhannya.
Mereka mengatakan, perlu lebih banyak penelitian, termasuk model yang juga meniru dampak perubahan iklim, seperti peningkatan tingkat polusi yang menyebabkan pemanasan global, yang tidak dilakukan dalam penelitian ini.
Dampak Runtuhnya Arus Atlantik
Ilmuwan juga menyebutkan beberapa dampak dari runtuhnya AMOC yang bisa menjadi bencana besar. Dalam studi tersebut, beberapa wilayah di Eropa mungkin mengalami penurunan suhu hingga 30 derajat Celcius dalam satu abad.
Keruntuhan AMOC akan menyebabkan pendinginan besar dan cuaca ekstrem di negara-negara Nordik, Denmark, Islandia, Norwegia, Finlandia, dan Swedia. Hal ini akan memperbesar dan memperdalam 'gumpalan dingin' aneh yang telah terbentuk di Atlantik Utara bagian timur karena melambatnya arus pembawa panas.
Keruntuhan arus laut juga kemungkinan akan mempercepat dampak iklim di Belahan Bumi Utara, yang mengancam pertanian di Eropa Barat Laut. Para ilmuwan mengatakan, wilayah lain juga akan merasakan dampaknya.
Hal ini menyebabkan iklim yang sangat berbeda hanya dalam satu atau dua dekade. Sebaliknya, negara-negara di Belahan Bumi Selatan akan mengalami peningkatan pemanasan.
Sementara musim hujan dan kemarau di Amazon dapat berubah, sehingga menyebabkan gangguan serius terhadap ekosistem.
(Tifani)