Liputan6.com, Damaskus - Para pemberontak Suriah berhasil menggulingkan Presiden Bashar al-Assad setelah melancarkan serangan kilat. Dalam waktu kurang dari dua minggu, mereka berhasil merebut sejumlah kota besar yang sebelumnya dikuasai pemerintah, dengan puncaknya pada Minggu (8/12/2024) ketika pemberontak berhasil merebut ibu kota, Damaskus.
Aron Lund, anggota think tank Century International, mengatakan kepada AFP pekan ini bahwa "faktor utama" keberhasilan pemberontak adalah "kelemahan rezim dan berkurangnya bantuan internasional untuk Assad".
"Pemimpin pemberontak Abu Mohammed al-Golani (Abu Mohammed al-Julani atau Abu Mohammed al-Jawlani) juga berperan besar dengan membangun institusi dan memusatkan sebagian besar perlawanan di bawah kendalinya," tambahnya seperti dikutip dari CNA, Senin (9/12).
Perang saudara Suriah dimulai dengan penindasan terhadap protes anti-pemerintah pada 2011. Garis depan perang hampir tidak berubah selama empat tahun terakhir, hingga pemberontak meluncurkan serangan besar-besaran.
Lantas, apa saja faktor-faktor yang memicu penggulingan rezim Assad? Berikut alasannya seperti dilansir CNA:
Militer yang Tergerus
Militer Suriah kini nyaris tak lagi memiliki kekuatan berarti, akibat perang yang telah menewaskan lebih dari setengah juta orang dan menghancurkan ekonomi, infrastruktur, serta industri negara.
Pada tahun-tahun awal perang, para ahli mengatakan bahwa kombinasi dari banyaknya korban jiwa, pembelotan, dan penghindaran wajib militer telah membuat militer kehilangan sekitar setengah dari 300.000 pasukannya.
Menurut Observatorium Hak Asasi Manusia Suriah yang berbasis di Inggris, militer Suriah tidak memberikan perlawanan berarti di beberapa wilayah setelah pemberontak meluncurkan serangan pada 27 November. Mereka melaporkan tentara yang berulang kali meninggalkan pos-pos di seluruh negeri.
"Sejak 2011, militer Suriah telah mengalami kerugian dalam hal personel, peralatan, dan moral," kata David Rigoulet-Roze dari Institut Prancis untuk Urusan Internasional dan Strategis.
Menurut kesaksian yang disampaikan kepada AFP, tentara dengan gaji rendah dilaporkan mengambil sumber daya untuk bertahan hidup, sementara banyak pemuda yang menghindari wajib militer.
Pada Rabu (4/12), Assad memerintahkan kenaikan gaji 50 persen untuk tentara karier, namun dengan ekonomi Suriah yang hancur, langkah ini hampir tidak ada artinya.
Ditinggalkan Sekutu hingga Melemahnya Hizbullah
Assad sangat bergantung pada dukungan militer, politik, dan diplomatik dari sekutu-sekutu utamanya, Rusia dan Iran. Dengan dukungan mereka, Assad berhasil merebut kembali wilayah yang hilang sejak dimulainya perang pada 2011, di mana intervensi Rusia pada 2015 dengan kekuatan udara turut mengubah arah perang memihaknya.
Namun, serangan besar pemberontak bulan lalu datang pada saat Rusia masih terjebak dalam perang di Ukraina dan serangan udara mereka kali ini gagal menahan pemberontak, yang merebut termasuk kota-kota besar seperti Aleppo, Hama, Homs, dan akhirnya Damaskus.
Sementara itu, Iran, telah lama mengirimkan penasihat militer ke pasukan Suriah dan mendukung kelompok-kelompok bersenjata pro-pemerintah di lapangan. Namun, Iran dan kelompok sekutunya mengalami kemunduran dalam pertempuran dengan Israel sejak perang di Jalur Gaza meletus dan perang Israel versus Hizbullah, yang didukungnya di Lebanon.
Nick Heras, analis di New Lines Institute, mengatakan kepada AFP sebelum pemberontak merebut Damaskus bahwa "pada akhirnya, kemampuan pemerintah Assad untuk bertahan akan bergantung pada sejauh mana Iran dan Rusia melihat Assad sebagai orang yang berguna untuk strategi mereka di kawasan".
"Jika salah satu atau kedua sekutu tersebut merasa mereka dapat mencapai tujuan mereka tanpa Assad maka masa kekuasaannya akan segera berakhir," ujar Heras.
Kemunduran Hizbullah
Kelompok militan Lebanon, Hizbullah, telah secara terbuka mendukung Assad sejak 2013, mengirimkan ribuan pejuang melintasi perbatasan untuk memperkuat militernya.
Namun, pemberontak meluncurkan serangan bulan lalu pada hari yang sama dengan dimulainya gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah setelah lebih dari setahun permusuhan di Lebanon. Hizbullah memindahkan banyak pejuangnya dari Suriah ke selatan Lebanon untuk menghadapi Israel, yang melemahkan keberadaan mereka di Suriah.
Sumber dekat Hizbullah mengatakan kepada AFP bahwa ratusan pejuang kelompok tersebut telah tewas dalam konflik dengan Israel, meskipun tidak ada angka pasti yang diberikan.
Pertempuran juga mengakibatkan hancurnya jajaran pimpinan Hizbullah, dengan pemimpin mereka yang lama, Hassan Nasrallah, serta sejumlah komandan senior lainnya tewas dalam serangan udara Israel, termasuk calon penggantinya.
Pada hari Minggu, sumber lain yang dekat dengan Hizbullah mengatakan bahwa kelompok itu sedang menarik pasukannya dari pinggiran ibu kota dan daerah Homs di dekat perbatasan.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa jatuhnya Assad adalah "hasil langsung dari pukulan yang kami berikan pada Iran dan Hizbullah, dua pendukung utama Assad."