Liputan6.com, Jakarta - Untuk menciptakan kewirausahaan yang berkelanjutan dan mencetak para wirausaha yang sukses dan berdampak, kuncinya adalah menjaga lingkungan yang baik, positif, dan mendorong perkembangan. Bagaimana caranya?
“Lepasin egosistem dan berubah ke ekosistem. Sejak 2018, kita memulai metode ekosistem,” ujar Program Initiator kompetisi kewirausahaan Diplomat Success Challenge (DSC), Edric Chandra pada Rabu, 11 Desember 2024.
“Egosistem itu simpelnya, kita, secara egois, mengajarkan orang supaya menjadi pengusaha, seperti di sekolah … Egosistem itu satu arah, expertise kita diberikan ke orang lain. Mungkin, sebelumnya hal ini bekerja, di mana banyak kompetisi melabel juara satu, dua, atau tiga. Itu egosistem,” jelasnya.
“Padahal, tidak layak membandingkan bisnis F&B dan pertambangan, contohnya. Tidak bisa dibandingkan karena prosesnya berbeda. Kemudian labelling seperti sociopreneur, technopreneur itu egosistem juga. Hirarki korporasi itu egosistem untuk memastikan operasi berjalan lancar. Tapi, ketika kita mau buat gerakan, kita harus sadar bahwa kita tidak bisa sendiri,” lanjut Edric.
Menurutnya, agar pengusaha bisa tumbuh dengan baik, mereka memerlukan lingkungan yang mendukung karena faktor kesuksesan tidak hanya bergantung pada pribadi pengusaha dan jiwa entrepreneur-nya, tetapi juga lingkungannya.
Dari program DSC, mereka memberi peluang bagi pengusaha untuk berada di ekosistem yang sehat dan mendukung. Mereka juga memberi fleksibilitas bagi pengusaha dalam membuat keputusan, sesuatu yang tidak diterapkan dalam egosistem.
“Memilih bibit (pengusaha) yang baik adalah proses yang dilakukan DSC. Apakah bibit tersebut mau tumbuh atau tidak tergantung dari bibit itu sendiri. Jalur semua dibukakan, tapi ada juga yang menganggap itu beban dan mau fokus jualan daripada bertemu mentor. Itu pilihan mereka. Kalau kita egosistem, dan mereka tidak datang, namanya kita coret,” ungkap Edric.
“Active listening itu penting, dengarkan dulu kekhawatiran dan kecemasannya apa. Kemudian, observe nature dulu sehingga kita bisa temukan bibit dengan ‘pupuk’ dan ‘tanah’ yang tepat. Lalu, adapt. Di ekosistem, kita harus berani adaptasi dan memotong hal-hal jelek atau penyakit,” jelasnya tentang mindset dalam sebuah ekosistem.
“Produktivitas akan tumbuh bila kita beri kepercayaan dan mereka percaya kalau mereka mampu. Kita beri ruang para pengusaha untuk tumbuh, berupa tantangan … Ketika ditantang, ekosistem ini membantu, selama mentalnya kuat,” tutur Edric.
Ekosistem Bantu Perkembangan Pengusaha
Hasil dari metode ekosistem ini adalah sebuah lingkungan yang mendorong pembelajaran dan keberlanjutan.
Hal ini dirasakan langsung oleh salah seorang pengusaha yang berpartisipasi dalam DSC Season 14 dan mendapatkan hibah, pendiri Street Sushi, Ria Andriana yang dulu merupakan pekerja kantoran sebelum membuka usahanya.
“Saya sendiri mengalami perubahan, tidak hanya bisnis saya. Dampak paling besar bagi saya adalah perubahan mindset dari yang tadinya, sebagai orang IT terfokus dengan data … kemudian berubah karena bertemu dengan orang-orang yang passionate di bidangnya dan tidak hanya berpikir soal bisnis, tetapi juga dampak terhadap orang-orang di sekitarnya,” ujarnya.
“Bagi saya, akhirnya, dana hibah itu cuma bonus, hadiah sebenarnya itu adalah mengubah mindset saya yang sebelumnya tidak pernah berpikir sebagai pengusaha menjadi seorang yang tidak hanya berusaha saja, tapi juga ingin memberikan dampak sampai berpuluh-puluh tahun ke depan.”
Komunitas yang dibangun dari DSC juga masih bisa dirasakan dampaknya hingga sekarang bagi Ria.
“Ketika bertemu dengan teman-teman DSC, jadi punya teman cerita, brainstorming, teman yang mengerti permasalahan kita. Yang paling penting, passion dan semangat itu menular. Jadi, itu juga merupakan hadiah buat aku,” cerita Ria.
Di ekosistem tersebut, tidak hanya peserta kompetisi saja yang belajar, tetapi juga para juri yang merupakan pengusaha sukses di bidang masing-masing.
“Bahkan aku sendiri menikmati proses belajar itu,” ujar Pendiri Kopi Tuku sekaligus salah satu coach DSC 2024, Andanu Prasetyo yang akrab dipanggil Tyo.
“Aku ngobrol sama soundman atau kameramen aja, rasa kewirausahaannya itu ada karena ekosistemnya itu sangat positif. Bukan hanya tentang challengers atau yang punya program, tapi semua ekosistem itu positif.”
Sebagai salah satu mentor di acara tersebut, Tyo melihat perkembangan yang dilalui oleh para peserta DSC.
“Cara mereka bicara di awal, saat presentasi satu menit, sampai pas ketemu di babak final itu sudah pasti berbeda … Kelas-kelas yang diajarkan ke peserta bahkan aku saja masih butuh, aku butuh fundamental-fundamental itu. Tidak semua pengusaha punya jiwa entrepreneur atau skill set yang cukup, dan itu disiapkan oleh DSC,” kisah Tyo.
“Sebagai salah satu stakeholder di ekosistem ini, menurutku, ini adalah ekosistem yang bisa menjadi game changer dalam kewirausahaan di Indonesia,” ujarnya.