Bunker, Pamflet, dan Panduan: Negara Nordik dan Jerman Siapkan Warganya Hadapi Perang

3 weeks ago 20

Liputan6.com, Brussels - Jerman sedang mengembangkan aplikasi untuk membantu orang menemukan tempat perlindungan terdekat jika terjadi serangan. Sementara itu, Swedia mendistribusikan pamflet setebal 32 halaman yang berjudul "If Crisis or War Comes" (Jika Krisis atau Perang Datang). Sebanyak setengah juta orang Finlandia sudah mengunduh panduan kesiapsiagaan darurat.

Meskipun bagi banyak orang prospek terjadinya konflik besar di Eropa terasa jauh, beberapa negara setidaknya memperlakukannya dengan serius. Dalam istilah yang digunakan oleh Menteri Pertahanan Jerman, Boris Pistorius, mereka berupaya membuat warga mereka "kriegsfähig" atau siap berperang.

Invasi Rusia ke Ukraina telah meningkatkan ketegangan keamanan di kawasan Baltik, mendorong Finlandia dan Swedia untuk meninggalkan kebijakan netralitas yang telah berlangsung puluhan tahun dan bergabung dengan NATO. Namun, kemampuan militer saja tidak cukup; warga juga harus siap.

"Kita hidup di masa yang penuh ketidakpastian. Konflik bersenjata tengah berlangsung di beberapa bagian dunia kita. Terorisme, serangan siber, dan kampanye disinformasi digunakan untuk merusak dan memengaruhi kita," demikian kata pengantar dalam pamflet Swedia seperti dikutip dari The Guardian, Sabtu (30/11/2024).

Pamflet ini tersedia pula dalam bahasa Inggris dan menekankan bahwa ketahanan kolektif sangat penting.

"Jika Swedia diserang, setiap orang harus berperan untuk membela kemerdekaan Swedia — dan demokrasi kita … Anda adalah bagian dari kesiapsiagaan darurat Swedia," sebut pamflet itu.

Orang Swedia sudah lama akrab dengan pamflet informasi publik semacam ini: yang pertama diterbitkan pada masa Perang Dunia II. Yang terbaru memberikan saran tentang sistem peringatan, tempat perlindungan, keamanan digital, hingga cara menggunakan toilet jika tidak ada air.

Pamflet itu juga menyarankan agar setiap rumah menyimpan persediaan air yang cukup (dan memeriksa setiap tahun untuk memastikan masih aman); memiliki banyak selimut, pakaian hangat, dan pemanas alternatif; membeli radio yang dapat dioperasikan dengan baterai; serta menyimpan makanan yang kaya energi dan mudah disiapkan.

Reaksi warga Swedia sendiri beragam.

Johnny Chamoun, seorang tukang cukur berusia 36 tahun di Solna, dekat Stockholm, mengatakan bahwa baik untuk bersiap-siap. Namun, dia menambahkan, meskipun pamflet itu adalah ide yang bagus, topik perang tidak terlalu banyak dibicarakan.

"Di salon, saya tidak mendengar banyak orang membicarakannya. Hanya satu orang yang mengatakan mereka mendapatkannya (pamflet)," kata dia.

"Mereka tidak khawatir atau merasa kenapa-kenapa."

Namun Muna Ayan, seorang pekerja kesehatan dari Stockholm, merasa khawatir melihat betapa tidak pedulinya banyak orang Swedia.

Setelah mengalami konflik langsung di Somalia, Ayan merasa ketakutan.

"Saya takut karena saya tahu apa artinya perang – saya telah selamat dari perang," ujarnya, sambil menambahkan bahwa dia sudah menyiapkan persediaan air, lampu baterai, lilin, dan Vaseline.

Dia juga berusaha mencari cara untuk memberitahu kelima anaknya tanpa menakuti mereka. Bagi orang-orang dari Somalia, Suriah atau Irak, kata Ayan, pembicaraan tentang konflik sangat traumatis.

"Kami yang sudah mengalami perang ... tahu apa yang akan terjadi. Dalam perang kami kehilangan saudara-saudara kami," ujarnya.

Fatuma Mohamed, seorang komunikator kesehatan di Stockholm, menuturkan banyak keluarga di daerah miskin yang bahkan tidak memiliki makanan untuk kehidupan sehari-hari, apalagi untuk persediaan darurat, sementara yang lain berusaha mencari tahu di mana tempat perlindungan terdekat.

Dia mengatakan ingin melihat lebih banyak informasi yang disampaikan secara langsung kepada orang-orang, bukan hanya melalui pamflet.

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |