, Damaskus - Nama Presiden Suriah Bashar al-Assad tengah jadi sorotan, pasalnya pemimpin itu digulingkan dan keluarganya ia bersama keluarganya melarikan diri dari negara itu.
Beredar kabar korfirmasi media Rusia bahwa Bashar al-Assad telah diberi suaka di Moskow,
Kejatuhan Assad terjadi setelah lebih dari 13 tahun perang saudara di Suriah, sebuah peristiwa yang menjadi momen penting dalam sejarah politik Timur Tengah. Pencapaian pemberontak memberikan pukulan besar terhadap pengaruh Rusia dan Iran di Suriah, dua sekutu yang mendukung Assad selama periode kritis dalam konflik tersebut.
Berakhir sudah sebuah dinasti dan pemerintahan yang berlangsung selama beberapa dekade di Suriah.
Siapa sejatinya sosok Bashar al-Assad?
Laporan DW Indonesia yang dikutip Selasa (10/12/2024) menyebut bahwa hingga kekuasaannya diruntuhkan oleh pasukan pemberontak pada Minggu (8/12), Assad sejatinya dikenal sebagai pemimpin dengan jaringan sekutu yang kuat: Rusia, Iran, dan milisi yang didanai Iran seperti Hizbullah di Lebanon.
Tanpa dukungan dari mereka, Bashar al-Assad kemungkinan besar sudah tersingkir oleh revolusi rakyat Suriah beberapa tahun sebelumnya. Namun, sekutu-sekutu tersebut kini tampaknya telah meninggalkannya.
Dipicu oleh revolusi damai pada tahun 2011, perang saudara Suriah sempat mendorong rezim Assad ke ambang kebangkrutan pada tahun 2015. Pemerintah Suriah hampir tidak mampu membayar militernya sendiri, dan Assad hanya menguasai sekitar 10% wilayah negaranya pada saat itu.
Namun, saat itu, ketika pemerintah Suriah meminta bantuan dari Rusia, Moskow merespons dengan mengirimkan kekuatan militer.
Jet tempur Rusia melancarkan serangan udara besar-besaran di wilayah Suriah, dengan dalih menyerang "teroris" dan bukan revolusioner.
Bashar al-Assad, Dokter Mata yang Menjelma jadi Diktator
Awalnya, Bashar al-Assad tidak pernah dipersiapkan menjadi pemimpin. Ia menempuh pendidikan kedokteran di Damaskus dan London. Bahkan, Bashar al-Assad sebenarnya tidak pernah diharapkan untuk menggantikan sang ayah. Pekerjaan itu sebenarnya diperuntukkan bagi kakak laki-lakinya, Basil. Namun Basil meninggal dalam kecelakaan mobil pada tahun 1994.
Ketika sang ayah, Hafez Assad, meninggal pada Juni 2000, konstitusi Suriah harus diubah secara khusus agar Bashar al-Assad, yang secara resmi masih terlalu muda untuk menduduki jabatan itu, dapat diangkat menjadi presiden.
Hal ini sejalan bagi banyak orang dalam di kalangan militer dan politik senior Suriah. Seperti yang dijelaskan oleh David W. Lesch dalam biografinya tentang Bashar al-Assad, mereka melihat anak laki-laki yang lebih muda sebagai pilihan terbaik untuk mempertahankan posisi politik, keuangan, dan sosial mereka.
Pupusnya Harapan Awal Warga Suriah
Ironisnya, awal kekuasaan Bashar al-Assad diwarnai harapan perubahan. Setelah pada tahun 2000 mewarisi jabatan dari ayahnya - diktator Hafez Assad yang telah berkuasa selama 30 tahun - banyak yang berharap dokter mata lulusan Inggris kelahiran 1965 itu akan menjadi pemimpin yang lebih liberal.
Enam bulan pertama kepemimpinannya bahkan dikenal sebagai "Musim Semi Damaskus", di mana kebebasan media dan suara-suara liberal sempat berkembang. Saat itu, Bashar al-Assad tampaknya ingin mengembalikan apa yang telah dirampas oleh ayahnya kepada negaranya, seperti kebebasan politik, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan di atas segalanya, media yang diizinkan untuk lebih terbuka dan lebih kritis, bahkan terhadap pemerintahnya sendiri.
Tidak sedikit warga berpendidikan di negara itu yang percaya pada kata-katanya. Namun, bagi para elit penguasa, kebebasan itu sudah kelewat batas. Optimisme ini pun hanya bertahan setahun. Pada bulan Agustus 2001, penangkapan pertama mulai dilakukan terhadap mereka yang menyatakan oposisi, termasuk anggota parlemen Suriah.
Kebrutalan Rezim Suriah Bashar al-Assad Melegenda
Fakta bahwa ada teroris di Suriah saat ini, termasuk kelompok-kelompok ekstremis seperti Islamic State (ISIS). Namun, eksistensi mereka juga dipicu sebagian oleh kebijakan Bashar al-Assad sendiri. Pada akhir 2011 misalnya, Assad memerintahkan pembebasan banyak tahanan ekstremis Sunni dari penjara, yang kemungkinan dilakukan untuk mendiskreditkan revolusi.
Namun, para ekstremis ini kemudian bergabung dengan para revolusioner untuk mewujudkan tujuan mereka sendiri, yang pada akhirnya malah mendominasi perlawanan terhadap rezim Suriah. Langkah Assad ini, yang awalnya dirancang untuk melemahkan revolusi, justru menciptakan ancaman baru yang lebih besar.
Meski begitu, langkah Assad tersebut bukanlah sebuah kejutan besar. Sejak awal revolusi melawan pemerintahannya, Assad telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang kejam demi mempertahankan kekuasaan, meskipun akhirnya tak dapat bertahan selamanya.
Contoh terkenal dari kekejaman ini adalah serangan gas sarin di Ghouta pada 2013. Roket-roket berisi gas saraf mematikan itu menghantam daerah-daerah yang dikuasai oposisi di sekitar Damaskus, menewaskan ratusan orang. Ini adalah salah satu serangan senjata kimia paling mematikan sejak perang Iran-Irak.
Assad juga tidak ragu-ragu untuk menjatuhkan bom barel ke sekolah-sekolah dan rumah sakit di Suriah. Karena kebrutalan pemerintahannya, diperkirakan ratusan ribu orang tewas selama konflik yang telah berlangsung lebih dari satu dekade, dan puluhan ribu orang disiksa dan dibunuh di penjara-penjara pemerintah.
Negeri yang Porak-Poranda
Ketika Arab Spring melanda wilayah negara-negara tetangga seperti Mesir dan Tunisia pada 2011, Bashar al-Assad awalnya menawarkan janji reformasi agar kerusuhan serupa tidak terjadi di negaranya. Namun pada bulan Maret di tahun yang sama, terutama setelah beberapa anak ditangkap dan disiksa oleh pasukan rezim di kota Daraa karena membuat grafiti anti-pemerintah, semakin banyak penduduk setempat yang ikut serta dalam aksi protes melawan kediktatoran yang telah berlangsung lama di wilayah tersebut.
Bashar al-Assad kemudian meremehkan demonstrasi-demonstrasi yang terjadi setelahnya, dengan menggambarkannya sebagai kampanye media untuk melawannya. Tidak lama kemudian, militer Suriah diberi izin untuk menggunakan senjata terhadap para demonstran damai. Meskipun banyak orang yang terlibat dalam demonstrasi pertama berkukuh bahwa mereka melakukannya secara damai, posisi tersebut berubah setelah militer dan polisi rahasia Assad mulai menyerang mereka dan keluarga mereka.
Selama berbulan-bulan berikutnya, para demonstran damai akhirnya melawan, yang secara bertahap berubah menjadi pemberontak; musuh pemerintah Assad yang tidak akan puas kecuali dengan penggulingannya.
Meskipun perang saudara telah berlangsung selama lebih dari satu dekade, termasuk kehancuran dan nyawa yang tak terhitung jumlahnya, Assad tetap mampu memerintah Suriah. Harga untuk mempertahankan kekuasaan sangat mahal, di mana jutaan warga Suriah terpaksa mengungsi, baik di dalam maupun luar negeri.
Kesetiaan Assad kepada Rusia dan Iran juga berarti bahwa kedua negara tersebut memiliki jejak ekonomi dan militer yang signifikan di Suriah.
Pada Mei 2023, Suriah diterima kembali ke Liga Arab, menandai upaya Assad untuk memulihkan posisi negaranya di panggung internasional. Namun, perkembangan pada Desember 2024 telah mengubah segalanya.
Masa depan Suriah dan Bashar al-Assad kini tidak pasti, tetapi warisannya telah ditetapkan: Sebuah negara yang hancur, rakyat yang menderita, catatan panjang kekejaman terhadap kemanusiaan, dan tatanan internasional yang terganggu baik secara geopolitik maupun moral.