Presiden Palestina Mahmoud Abbas Kutuk Hamas dan Desak Pembebasan Sandera dari Gaza

4 hours ago 3

Liputan6.com, Ramallah - Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas melontarkan kecaman terkerasnya terhadap Hamas sejak perang Jalur Gaza meletus 18 bulan lalu. Dalam pidatonya di hadapan Dewan Pusat Palestina di Ramallah, Abbas menuduh Hamas memberi pembenaran bagi Israel untuk terus menyerang Jalur Gaza.

Dia menuntut kelompok itu segera membebaskan para sandera, melucuti senjata, dan menyerahkan kendali Jalur Gaza kepada PA.

"Hamas telah memberikan dalih kepada kriminal penjajah (Israel) untuk melakukan kejahatan di Jalur Gaza, yang paling utama adalah penahanan para sandera," kata Abbas seperti dikutip dari BBC.

"Sons of dogs, lepaskan saja siapa pun yang kalian tahan dan sudahi semuanya. Tutup dalih mereka dan jangan libatkan kami."

Presiden berusia 89 tahun itu menyerukan agar Hamas menyerahkan tanggung jawab pemerintahan Jalur Gaza kepada PA dan bertransformasi menjadi partai politik.

Pidato Abbas memicu kecaman dari pihak Hamas.

Bassem Naim, anggota biro politik Hamas, menanggapinya dengan menyebut Abbas telah menggunakan "bahasa merendahkan terhadap bagian penting dan tak terpisahkan dari rakyatnya sendiri." Dia menuding Abbas lebih sering menyalahkan rakyat Palestina daripada pendudukan Israel.

Hamas dan PA telah terpecah sejak lama, khususnya setelah Hamas merebut kendali atas Jalur Gaza pada 2007, setahun setelah memenangkan pemilu legislatif. Sejak itu, PA hanya memerintah sebagian wilayah Tepi Barat, sementara Hamas menguasai Jalur Gaza. Perpecahan ini telah lama menghambat terbentuknya kepemimpinan Palestina yang bersatu.

PA selama ini menyatakan kesiapannya mengambil alih pemerintahan Jalur Gaza pasca-perang. Namun, banyak warga Palestina menganggap PA tidak cukup vokal dan efektif dalam mengambil tindakan, bahkan dituduh korup dan terlalu lunak terhadap Israel.

Pernyataan keras Abbas muncul di tengah kebuntuan diplomatik antara Hamas dan Israel. Pekan lalu, Hamas menolak proposal gencatan senjata Israel yang mencakup pembebasan 10 sandera dengan imbalan jeda enam minggu dalam pertempuran dan pelucutan senjata. Hamas menegaskan hanya akan membebaskan semua sandera jika Israel menghentikan perang dan menarik seluruh pasukannya dari Jalur Gaza. Kelompok ini juga tegas menolak menyerahkan senjata.

Di tengah polemik tersebut, sayap militer Hamas merilis video yang menunjukkan sandera Israel-Hongaria, Omri Miran (48), berada di sebuah terowongan bawah tanah.

Keluarganya menanggapi video itu dengan mengatakan, "Pada malam peringatan Hari Holocaust, saat kami bilang 'Tidak Akan Terjadi Lagi', seorang warga Israel memohon pertolongan dari dalam terowongan Hamas. Ini adalah kegagalan moral bagi Negara Israel."

Krisis Kemanusiaan Terburuk

Sejak Israel mulai memblokir seluruh pengiriman bantuan dan pasokan pada 2 Maret dan melanjutkan serangan dua minggu kemudian, situasi kemanusiaan di Jalur Gaza menjadi semakin genting. Israel menyatakan bahwa tekanan ini ditujukan untuk memaksa Hamas melepaskan para sandera.

Menurut data dari otoritas kesehatan Jalur Gaza yang dikelola Hamas, sedikitnya 1.928 warga Palestina telah tewas. Salah satu serangan udara terbaru pada Selasa (22/4) malam menghantam sebuah sekolah di lingkungan Tuffah, Kota Gaza, yang digunakan sebagai tempat pengungsian.

"Kami terbangun dengan api di sekeliling kami. Anak-anak saya menderita luka bakar di tangan dan kaki," kata seorang perempuan yang mengungsi di sekolah itu kepada program BBC.

"Salah satu perempuan yang bersama kami dibawa ke rumah sakit, tapi kami belum tahu keadaannya. Beberapa anak muda terbakar hidup-hidup."

Badan Pertahanan Sipil Jalur Gaza mengatakan bahwa empat jenazah lagi ditemukan di lokasi serangan lain di daerah yang sama.

Militer Israel mengklaim bahwa serangan tersebut menargetkan "kelompok teroris yang beroperasi dalam pusat komando Hamas dan Jihad Islam Palestina." Mereka menuduh Hamas menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia — tuduhan yang telah dibantah berkali-kali oleh Hamas.

PBB memperingatkan bahwa blokade Israel selama 52 hari terakhir telah membuat 2,1 juta penduduk Jalur Gaza kehilangan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup. Mereka melaporkan peningkatan malnutrisi dan kelangkaan obat-obatan di rumah sakit.

Dalam pernyataan bersama, menteri luar negeri dari Inggris, Prancis, dan Jerman mendesak Israel untuk segera mengakhiri blokade.

"Kami mendesak Israel untuk segera memulai kembali aliran bantuan kemanusiaan yang cepat dan tanpa hambatan ke Gaza untuk memenuhi kebutuhan semua warga sipil," kata mereka.

Mereka juga menyebut komentar Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, yang mempolitisasi bantuan kemanusiaan serta rencana Israel tetap berada di Gaza setelah perang, sebagai hal yang "tidak dapat diterima."

Menanggapi kritik ini, Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan bahwa tuduhan politisasi bantuan tidak berdasar. Mereka menyatakan negaranya bertindak sepenuhnya sesuai dengan hukum internasional dan bahwa "tidak ada kekurangan bantuan di Jalur Gaza" karena 25.000 truk bantuan telah masuk selama gencatan senjata dua bulan terakhir.

"Israel memerangi Hamas, yang mencuri bantuan kemanusiaan, menggunakannya untuk membangun kembali mesin perangnya, dan bersembunyi di balik warga sipil," demikian pernyataan Israel.

"Hamas yang memulai perang ini dan Hamas pula yang bertanggung jawab atas kelanjutannya serta penderitaan warga Palestina dan Israel. Perang bisa berakhir besok jika para sandera dibebaskan dan Hamas meletakkan senjata."

Konflik ini bermula dari serangan lintas batas kelompok militan Palestina yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 lainnya. Sejak saat itu, lebih dari 51.300 warga Gaza telah dilaporkan tewas.

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |