Liputan6.com, Jakarta Akhir pekan ini Gubernur Pennsylvania, Josh Shapiro, seharusnya berada di The Hamptons, New York untuk penggalangan dana. Tapi menurut CNBC, kunjungan tersebut mendadak batal karena Shapiro dikabarkan menjadi kandidat favorit untuk menjadi cawapres Amerika Serikat. Sebelumnya berbagai media melaporkan bahwa Selasa minggu depan Kamala Harris akan berkampanye di Pennsylvania bersama cawapres terpilih.
Kedua laporan tersebut seakan menjadi indikator bahwa Partai Demokrat akan mengambil keputusan berani dengan mengusung Josh Shapiro sebagai pendamping Kamala Harris untuk bertarung melawan pasangan Kulit Putih, Donald Trump-JD Vance di pilpres. Harris adalah politisi berdarah India-Jamaika yang mewakili minoritas Asia dan Kulit Hitam.
Sedangkan Shapiro berdarah Yahudi yang juga merupakan warga minoritas di AS. Menurut data sensus AS 2020, warga Kulit Putih mencapai 58,4% populasi, Kulit Hitam 13,7%, sementara India dan Yahudi persentasinya sangat kecil yakni masing-masing hanya 0,015% dan 0,023% populasi yakni hanya 4,4 juta dan 7,5 juta.
Tingkat Kesukaan dan Antusiasme Pemilih Demokrat Terhadap Harris Melonjak
Beberapa hari sebelum Joe Biden mundur dari pencalonan, elektabilitasnya terjun bebas. Saat itu Biden ketinggalan -3,1% secara nasional, -4,5% di Pennsylvania, - 2,1% di Michigan, - 2,9% di Wisconsin, -5,6% di Nevada, -5,8% di Arizona, - 3,8% di Georgia dan -5,7% di North Carolina, berdasarkan poling rata-rata RealClearPolitics. Hal ini dipicu oleh penampilan buruk Biden dalam debat capres 27 Juni, efek ‘rally around the flag’ yang diterima Trump pasca upaya pembunuhan pada 14 Juli dan convention rebound menyusul Konvensi Nasional Partai Republik pada 15-18 Juli di Wisconsin.
Tidak hanya itu. Sejumlah poling pada bulan Juli juga menunjukkan Biden ketinggalan atau keteteran di sejumlah negara bagian yang condong ke Partai Demokrat yakni Virginia, New Hempshire, Minnesota, dan New Mexico sehingga Trump berpotensi meraih kemenangan sangat telak (landslide victory) dengan 344 suara elektoral vs Biden 194 suara elektoral.
Partai Demokrat serasa terbangun dari mimpi buruk ketika Biden mundur dari pencalonan dan mendukung Harris sebagai capres baru. Arus dukungan terhadap Kamala Harris semakin deras karena menurut catatan The Washington Post, seluruh (23) gubernur, 94% (199 dari 212) anggota DPR dan 90% (46 dari 51) anggota Senat Partai Demokrat mendukung pencalonan Harris.
Tidak ketinggalan, para delegates yang sebelumnya berada di belakang Biden mulai mengalihkan dukungan. Menurut survei AP, hingga akhir Juli 86% (3359 dari 3900) delegate sudah menyatakan mendukung Harris.
Pencalonan Harris mendapat respons positif dari pemilih. Seminggu sejak menggantikan Biden sebagai capres, popularitas Harris langsung melesat. Menurut survei ABC News-Ipsos terbaru, marjin tingkat kesukaan pemilih (net favorability rating) terhadap Harris melonjak 12 poin, dari -11poin pasca-Konvensi Nasional Partai Republik (RNC) menjadi +1 poin saat ini. Sebaliknya net favorability rating Trump anjok dari -11 poin pasca-RNC menjadi -16 poin saat ini.
Tingkat antusiasme pendukung Partai Demokrat terhadap Harris juga meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding Biden, yakni 81% vs 37%, menurut survey Wall Street Journal baru-baru ini. Tingginya antusiasme pemilih Partai Demokrat mendukung Harris antara lain tercermin dalam kesuksesan kubu Partai Demokrat dalam penggalangan dana kampanye.
Seminggu setelah menggantikan Joe Biden, Harris berhasil meraup dana kampanye US$200 juta (Rp 3,24 triliun) dan sepanjang bulan Juli, dia mencetak rekor dalam perolehan dana kampanye bulanan yakni US$310 juta (IDR 5,02 triliun), jauh di atas perolehan Donald Trump di bulan yang sama sebesar US$193 (Rp 3,12 triliun).
Jalur Blue Wall dan Shapiro Jadi Pilihan Kamala Harris
Meningkatnya tingkat kesukaan dan antusiasme pemilih ternyata belum cukup mendongkrak angka poling Harris. Berdasarkan data RealClearPolitics di tujuh negara bagian, Harris hanya unggul atas Trump di Michigan dengan marjin +2% dan masih ketinggalan di Wisconsin (-0,2%), Pennsylvania (-2,7%), Georgia (-3,6%), Nevada (-4,0%), Arizona (-4,2%), and North Carolina (-5,5%).
Padahal Partai Demokrat berpacu dengan waktu karena pilpres tinggal tiga bulan lagi, sementara mereka disibukkan dengan transisi tim kampanye dan penggalangan dana. Yang tidak kalah urgen, pendaftaran pasangan capres-cawapres di Ohio paling lambat 7 Agustus sehingga dalam beberapa hari ke depan tim Harris dan harus segera menentukan cawapres yang diusung.
Dengan mengasumsikan tujuh swing states dengan masing-masing suara elektoralnya, Michigan (15) Wisconsin (10), Pennsylvania (19), Georgia (16), Nevada (6), Arizona (11), dan North Carolina (16), masih bisa bergeser ke Harris atau Trump, menurut kalkulasi 270toWin, saat ini Harris meraih suara elektoral aman 226 sedangkan Trump 219.
Secara teoritis, Harris bisa meraih minimal 270 suara elektoral dengan kombinasi kemenangan di swing states mana saja yang bisa menghasilkan paling tidak 270 - 226 = 44 suara elektoral. Tapi jika melihat angka-angka poling di atas, jalur yang paling mudah bagi Harris adalah memenangkan Blue Wall states yakni Michigan (15), Wisconsin (10) dan Pennsylvania (19) yang jika ditotal akan menghasilkan persis 44 suara elektoral.
DI Pennsylvania, selisih Harris dengan Trump paling lebaryakni -2,7%. Shapiro menjadi pilihan realistis untuk menjadi cawapres Harris karena menurut analis poling kawakan, Nate Silver, cawapres dari satu negara bagian bisa menaikan dukungan pemilih di negara bagian tersebut sebesar 0,5% hingga 2%. Jadi dengan menggandeng Shapiro, gap poling Harris vs. Trump diharapkan bisa semakin sempit dan Harris akhirnya bisa memenangkan Pennsylvania.
Seberapa besar popularitas Shapiro di Pennsylvania?
Shapiro terpilih menjadi gubernur Pennsylvania pada mid-term elections 2022 mengalahkan Doug Mastriano dari Partai Republik dengan marjin keunggulan 14,8%. Pada 2020, Biden menang di negara bagian tersebut dengan marjin hanya 1,2%.
Menurut Exit Poll CNN, pada pilgub Pennsylvania 2022 tersebut Shapiro unggul di semua segmen pemilih berdasarkan usia: 18-29, 30-44, 45-64 dan 65 ke atas. Dukungan terbesar berasal dari pemilih berusia 18-29 yang mencapai 71%.
Shapiro populer tidak hanya di kalangan pemilih liberal, tapi juga kalangan moderat dengan meraih masing-masing 94% dan 71% suara. Komposisi kelompok liberal dan moderat di Pennsylvania mencapai 65% dari total pemilih. Selain itu, Shapiro didukung 94% pemilih Partai Demokrat dan 64% pemilih independen, yang secara total mencapai 60% dari seluruh pemilih di Pennsylvania.
Tidak hanya itu, Shapiro sukses meraih suara mayoritas di tiga kelompok rasial utama yakni pemilih Kulit Putih (50% vs 48%), Kulit Hitam (92% vs 8%) dan Latino (72% vs 22%), mayoritas pemilih urban (72% vs 28%) dan suburban (52% vs 48%), dan mayoritas pemilih yang menyandang gelar universitas/akademi (64% vs 35%) maupun pemilih lulusan SMA ke bawah (51% vs 48). Pada pilpres 2020, Biden kalah oleh Trump di kalangan pemilih Kulit Putih (42% vs 52%), suburban (48% vs 51%) dan lulusan SMA ke bawah (45% vs 54%).
Shapiro dikenal sebagai warga keturunan Yahudi yang taat beragama. Dia juga sangat pro-Israel dan di masa lalu memiliki pandangan negatif mengenai Palestina. Hal ini bisa menjadi kelemahan utama Shapiro jika menjadi cawapres.
Menurut investigasi The New York Times, ketika masih mahasiswa Shapiro pernah menulis opini di koran kampus yang menyebut Palestina terlalu ‘battle-minded’ atau selalu berpikir tentang perang sehingga solusi dua negara Palestina-Israel yang saling berdampingan akan sulit diwujudkan. Tidak heran jika sejumlah kelompok sayap kiri dan aktivis pro-Palestina berupaya keras mencegah agar Shapiro tidak terpilih menjadi cawapres.
Tapi kubu Partai Demokrat sepertinya siap menghadapi risiko ini dengan sejumah pertimbangan. Pertama, meski pro-Israel, Shapiro sangat anti-Netanyahu dan saat ini mendukung pendirian negara Palestina. Kedua, menurut poling The New York Times-Siena College terbaru, hanya 2% pemilih di AS yang menganggap Timur Tengah/Israel/Palestina sebagai isu penting.
Ketiga, sekalipun pemilih Arab-Amerika di Pennsylvania, Michigan dan Wisconsin memilih menjadi golput di pilpres 3 November, peningkatan jumlah suara dari pemilih warga Yahudi dan India diperkirakan akan bisa menutupi hilangnya suara dari pemilih Arab-Amerika. Keempat, yang terpenting, hampir semua elit Partai Demokrat baik yang progresif maupun moderat akan all-out untuk memenangkan Harris. Belum lagi dukungan mantan presiden Barack Obama serta para selebriti yang siap memobilisasi kalangan muda untuk mencoblos pada 3 November 2024.
Tim penasehat Harris saat ini berada di tahap akhir seleksi pemilihan cawapres. Mereka bisa saja punya pertimbangan lain dalam menentukan cawapres ideal. Jika mereka menganggap merangkul pemilih di pedesaan sangat penting, mereka akan memilih Gubernur Minnesota Tim Walz. Jika ingin menutupi kelemahan Harris dalam isu perbatasan dan imigrasi, pilihan mereka jatuh ke Senator Partai Demokrat dari Arizona, Mark Kelly, yang terkenal tegas untuk urusan perbatasan dan imigrasi.
Meskipun harus diakui bahwa kemenangan Walz dan Kelly di pemilihan gubernur dan senat pada 2022 tidak terlalu mengesankan. Walz menang di pilgub 2022 hanya +0,6% di atas Biden sedangkan Kelly +4,6%, jauh di bawah Shapiro yang mengungguli marjin Biden sebesar +13,6%. Walz juga tidak memberi manfaat elektoral karena Minnesota dalam lebih dari 50 tahun terakhir selalu mendukung capres Partai Demokrat. Sedangkan negara bagian tempat tinggal Kelly, Arizona, hanya menyumbang 11 suara elektoral, sehingga Harris sulit meraih 270 jika Pennsylvania lepas.
Kita tunggu saja dalam beberapa hari ke depan, siapa yang akhirnya terpilih mendampingin Harris dalam pilpres 3 November!