Liputan6.com, Jakarta - Pada 28 Juli 2024 Presiden Jokowi mengajak rombongan influencer papan atas yang terdiri dari para artis dan pekerja seni ke IKN untuk meninjau pembangunan tol dan infrastruktur lain di ibu kota baru. Para influencer tersebut ramai-ramai memuji pembangunan IKN di platform media sosial mereka masing-masing.
Meski terkesan meriah, aktivitas Jokowi bersama para influencer tersebut mendapat reaksi negatif dari netizen dan kalangan pengamat. Menurut mereka, hal tersebut kurang berfaedah karena masyarakat Indonesia yang menjadi pengikut para influencer di media sosial sudah tahu tentang rencana kepindahan ibukota negara ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tersebut. Saat ini yang dibutuhkan oleh pemerintah terkait IKN bukan perhatian masyarakat, tapi minat investor. Para influencer yang digandeng Jokowi bukan agen yang tepat untuk menarik investor ke IKN.
Tapi berbagai kritikan tersebut sepertinya tidak didengar oleh tim Jokowi. Terbukti, mereka bahkan berencana untuk mengundang 500 relawan pro-Jokowi (Projo) untuk berkunjung ke IKN pada 10-11 Agustus. Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum Relawan Projo, Budi Arie Setiadi yang saat ini adalah Menteri Komunikasi dan Informatika, di Istana Kepresidenan pada 31 Juli lalu.
Undangan kunjungan ke IKN kepada para influencer dan relawan yang banyak di antara mereka diyakini merupakan buzzer pro-pemerintah semakin menguatkan citra Jokowi sebagai presiden yang sangat mengandalkan efek media sosial untuk mengerek atau mempertahankan popularitas, ketimbang memperhatikan masukan dari media atau kelompok yang kritis terhadap pemerintah.
Bahkan tidak jarang para buzzer Jokowi bersebarangan atau bahkan menyerang wartawan, individu atau kelompok yang mengritik kebijakan Jokowi atau pemerintahannya. Dewan Pers bahkan sempat menyebut kahadiran para buzzer membahayakan kebebasan pers karena sering terjadi kasus doxing atau menyebarkan informasi pribadi wartawan atau bahkan melakukan kriminalisasi media dan wartawan.
Pemerintah tidak pernah mengaku memakai jasa buzzer untuk menyerang, karena sebagian besar buzzer memang bersembungi di balik akun anonim. Tapi buzzer-buzzer pro-pemerintah dengan akun dan identitas yang jelas pun seakan dilindungi sehingga mereka sering lolos dari jeratan UU ITE yang kerap digunakan oleh pejabat atau politisi pro-pemerintah untuk membungkam wartawan atau individu yang kritis terhadap pemerintah.
Stabilitas Politik dan Kesejahteraan Sosial Tak Cukup
Periode kedua Jokowi tinggal beberapa bulan saja. Tapi dengan keberhasilan menjadikan Gibran sebagai wapres Prabowo, legacy Jokowi diperkirakan akan berlanjut. Jokowi bahkan mungkin saja ikut cawe-cawe di pemerintahan baru.
Jika gaya pemerintahan Jokowi diteruskan oleh Prabowo, ambisi membangun Indonesia termasuk IKN dengan dukungan para investor akan sulit terwujud. Apalagi kalau pemerintahan baru ikut bagi-bagi jabatan komisaris atau menteri kepada ketua partai atau timses dengan mengabaikan aspek profesionalisme mereka.
Kita coba dalami hasil survei Litbang Kompas pada Mei – Juni 2024 mengenai kinerja pemerintah Jokowi menjelang akhir periode kedua. Menurut survei tersebut kepuasan responden terhadap Jokowi mencapai 75,6%, tertinggi di periode kedua. Selain itu, kepuasan responden terhadap stabilitas politik mencapai 85,5% dan terhadap kesejahteraan sosial mencapai 82,0%.
Angka-angka tersebut cukup fantastis. Meskipun harus diakui, pencitraan melalui influencer dan buzzer dengan anggaran yang juga fantastis turut mendongkrak citra positif Jokowi. Selain itu, pencitraan positif pemerintah sangat dibantu kebijakan populis dengan biaya tinggi seperti bansos yang pada 2023 mencapai Rp 152.3 triliun. Pemerintah yang didukung Koalisi besar juga menjamin stabilitas politik, tapi kerap menjadi ajang 'dagang sapi' dan bagi-bagi proyek bagi partai-partai di dalam koalisi.
Yang menjadi persoalan, persepsi positif masyakat mengenai pemerintah, stabilitas politik dan kesejahteraan sosial tidak cukup bagi para investor. Bagi mereka, kepastian hukum dan iklim investasi yang bebas KKN, jauh lebih penting.
Coba kita tengok kedua aspek ini dari survei yang sama. Menurut survei tersebut, hanya 57,4% responden yang puas dengan penegakkan hukum. Juga hanya 58,6% responden yang puas dengan kinerja KPK sebagai agen utama pemberantasan KKN.
Kasus Sambo, pembunuhan Vina, vonis bebas pelaku pembunuhan Ronald Tannur, penyuapan ketua KPK Firli Bahuri oleh SYL, penyuapan auditor BPK untuk memuluskan status WTP, dan korupsi di ditjen pajak dan bea & cukai adalah sebagian dari bukti bahwa kita masih jalan di tempat dalam penegakan hukum dan pemberantasan KKN.
Belajar dari Amerika Serikat
Kita mungkin bisa sedikit belajar dari pemerintah Amerika Serikat yang selalu mengendepankan integritas dan profesionalisme ketika mengangkan aparat penegak hukum sehingga kasus-kasus hukum diputuskan secara lebih obyektif dan adil.
Misalnya, di sana pelaku pembunuhan umumnya divonis dengan hukuman mati atau hukuman seumur hidup. Kasus hukum yang melibatkan pejabat atau keluarganya juga ditegakkan tanpa pandang bulu.
Contohnya, belum lama ini anak Presiden Joe Biden, Hunter Biden, divonis bersalah untuk kasus kepemiikan senjata api illegal dan Biden mengatakan tidak akan memberi pengampunan. Sebelumnya pada pilpres 2020, sejumlah hakim federal yang diangkat oleh Trump dan Mahkamah Agung yang didominasi oleh Hakim Agung konservatif, tiga diantaranya diangkat oleh Trump, menolak hampir semua gugatan Trump terkait tuduhan kecurangan di pilpres.
Jadi jangan heran jika Amerika Serikat tetap menjadi menjadi kiblat untuk urusan ekonomi dan investasi, meskipun hutangnya sudah mencapai US$ 35 triliun. Bandingkan dengan Indonesia yang hutangnya 'hanya' US$407 miliar.
Semoga pembenahan di bidang hukum dan pemberantasan KKN benar-benar dipertimbangkan oleh pemerintah baru. Tanpa pembenahan dalam penegakan hukum dan pemberantasan KKN secara serius, jangan pernah berharap investor akan berbondong-bondong datang ke Indonesia, seberapa besarpun anggaran digelontorkan untuk membayar para influencer dan buzzer.