Bencana Aceh Picu Kenaikan Kasus ISPA hingga 9.731, Anak dan Lansia Paling Rentan

3 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) dalam Laporan Situasi Penyakit Potensi KLB/Wabah di wilayah Aceh mencatat sedikitnya 21.079 kasus dari sembilan jenis penyakit merebak usai banjir bandang dan longsor.

Dari jumlah tersebut, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) mencapai jumlah 9.731 kasus per Jumat, 19 Desember 2025.

Menanggapi kondisi tersebut, dokter spesialis paru, Ika Trisnawati, dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menjelaskan bahwa penyakit menular kerap menjadi persoalan utama pascabencana. Terutama ketika kondisi lingkungan tidak mendukung kebersihan dan sanitasi.

“Kalau pascabencana itu yang menjadi problem kesehatan adalah penyakit menular. Lingkungan yang kotor dan sanitasi yang buruk menjadi media yang sangat baik bagi kuman untuk berkembang,” kata Ika, Rabu (24/12/2025).

Ia menuturkan, pengendalian penyakit di wilayah terdampak bencana jauh lebih sulit dibandingkan daerah normal karena keterbatasan akses air bersih, fasilitas sanitasi, dan tempat tinggal yang layak. Oleh sebab itu, ISPA kerap muncul sebagai penyakit dominan setelah banjir.

Lebih lanjut Ika menyebutkan, terdapat beberapa kelompok yang paling rentan terinfeksi ISPA. Kelompok tersebut adalah anak-anak terutama balita serta lanjut usia (lansia). Sistem kekebalan tubuh mereka belum matang atau justru sudah mengalami penurunan.

“Pada anak-anak, sistem imunitasnya masih dalam masa perkembangan sehingga belum matang. Sedangkan pada usia lanjut, sistem imun mengalami penurunan seiring bertambahnya usia,” papar dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM itu.

Orang dengan Penyakit Kronis dan Perokok Juga Rentan

Selain faktor usia, kelompok dengan penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, ginjal, dan kanker juga memiliki risiko lebih tinggi terkena ISPA.

Ika juga menyoroti kelompok perokok yang kondisi paru-parunya lebih rentan mengalami perburukan saat terinfeksi ISPA karena sudah tidak optimal.

Dalam situasi keterbatasan pascabencana, Ika menekankan pentingnya langkah proteksi diri bagi para korban. Menurutnya, evakuasi ke tempat yang lebih aman dan bersih menjadi langkah paling awal dan krusial, terutama bagi kelompok rentan.

Selain itu, ia mengingatkan pentingnya alat pelindung diri seperti masker maupun alas kaki tertutup. Luka terbuka juga perlu diperhatikan untuk menghindari kontak dengan air atau lumpur yang terkontaminasi.

Perlu Pengungsian yang Lebih Layak

Menurutnya, gejala ISPA umumnya muncul pascabanjir, bukan saat kejadian berlangsung. Hal ini terjadi karena lumpur dan partikel kering angin memudahkan virus bakteri masuk ke saluran pernapasan.

Terkait dengan pengobatan, ia menegaskan bahwa penyakit ini disebabkan virus dan iritasi sehingga tidak semua membutuhkan antibiotik. Istirahat cukup, minum air banyak, nutrisi baik, dan vitamin cukup.

“Perlu hati-hati ya, antibiotik hanya diberikan jika ada komplikasi bakteri dan harus dengan resep dokter,” tegasnya.

Sementara itu, peran pemerintah dan relawan dinilai sangat penting untuk mencegah meluasnya wabah penyakit pascabencana. Upaya yang perlu dilakukan meliputi penyediaan tempat pengungsian yang layak, air bersih, makanan bergizi, alat pelindung diri, serta pendirian pos kesehatan darurat.

“Deteksi dini dan penanganan cepat sangat penting agar penyakit tidak berkembang menjadi wabah,” ujarnya.

Ika menyampaikan pesan kepada masyarakat di wilayah terdampak bencana agar tetap menjaga kebersihan dan saling melindungi, meski dalam kondisi serba terbatas.

“Tetap berupaya menjaga kesehatan dan kebersihan, saling menjaga terutama kelompok rentan. Dan tentu saja, selalu ada harapan setelah cobaan. Tetap tawakal,” tutupnya.

Read Entire Article