Trump Umumkan Israel Setuju Gencatan Senjata 60 Hari di Gaza, Dampaknya?

6 days ago 20

Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat (AS) kembali mencoba membuka jalan damai di tengah perang yang terus berkecamuk di Gaza.

Presiden Donald Trump pada Selasa (1/7/2025), mengumumkan bahwa Israel telah menyetujui syarat-syarat gencatan senjata selama 60 hari di Gaza. Dia pun memperingatkan Hamas untuk segera menerima kesepakatan itu sebelum situasinya memburuk.

Pengumuman ini datang menjelang kunjungan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu ke Gedung Putih pada Senin (7/7).

Trump sendiri belakangan semakin aktif menekan pemerintah Israel dan Hamas agar mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran sandera demi mengakhiri perang berkepanjangan di Gaza.

"Perwakilan saya baru saja mengadakan pertemuan panjang dan produktif dengan pihak Israel soal Gaza. Israel telah setuju pada syarat-syarat yang dibutuhkan untuk menyelesaikan GENCATAN SENJATA 60 HARI. Dalam periode ini, kami akan bekerja dengan semua pihak untuk menghentikan perang," tulis Trump di platform media sosial Truth Social seperti dilansir AP, sambil menyebut bahwa Qatar dan Mesir akan menyampaikan proposal finalnya.

"Saya harap, demi kebaikan Timur Tengah, Hamas mau menerima kesepakatan ini. Karena situasinya tidak akan menjadi lebih baik — justru hanya akan semakin buruk."

Saat mengunjungi fasilitas penahanan imigran baru di Florida pada Selasa, Trump ditanya apakah sudah waktunya memberi tekanan kepada Netanyahu untuk menyelesaikan kesepakatan gencatan senjata, dia lantas menjawab, "Dia mau (mencapai kesepakatan). Saya rasa kita akan mencapai kesepakatan minggu depan."

Faktanya, pembicaraan antara Israel dan Hamas selama ini kerap menemui jalan buntu, terutama karena perbedaan pandangan soal apakah penghentian perang harus menjadi bagian dari kesepakatan. Saat ini, sekitar 50 sandera Israel masih ditahan di Gaza dan kurang dari setengahnya diyakini masih hidup.

Sementara itu, otoritas kesehatan Gaza telah mencatat lebih dari 56.600 kematian di wilayah itu sejak 7 Oktober 2023.

Di Washington pada hari yang sama, Menteri Urusan Strategis Israel Ron Dermer bertemu sejumlah pejabat tinggi pemerintahan AS, termasuk Wakil Presiden JD Vance, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, dan utusan khusus untuk Timur Tengah Steve Witkoff. Pembicaraan mereka dilaporkan mencakup kemungkinan gencatan senjata di Gaza, Iran, dan sejumlah isu lainnya.

Optimisme yang Hati-hati

Melansir NYT, sejumlah pejabat Israel menyampaikan optimisme yang hati-hati terkait kemungkinan tercapainya gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera.

Upaya terbaru yang digaungkan Trump, menurut tiga pejabat Israel yang berbicara dengan syarat anonim, melampaui proposal sebelumnya pada Mei dengan menawarkan jaminan yang lebih luas bahwa para mediator, termasuk AS, akan memastikan pembicaraan terus berlangsung selama dua bulan masa gencatan senjata hingga kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri perang.

Dua dari tiga pejabat Israel tersebut mengatakan mereka berharap upaya terbaru ini akhirnya dapat memberikan momentum bagi pembicaraan gencatan senjata yang telah lama terhenti di tengah meningkatnya tekanan dari Trump untuk mencapai kesepakatan.

Para pemimpin Hamas telah menegaskan bahwa mereka hanya akan membebaskan para sandera yang tersisa jika Israel terlebih dahulu mengakhiri perang di Gaza. Sementara itu, Netanyahu selama ini bersikeras bahwa dia hanya bersedia menerima gencatan senjata sementara dan menolak mengakhiri perang kecuali Hamas melepaskan kekuasaannya di Gaza dan para pemimpinnya pergi ke pengasingan—syarat yang ditolak oleh Hamas.

Kompleksitas tidak berhenti sampai di situ. Bagi Netanyahu, gencatan senjata berisiko mengguncang posisi politiknya karena mitra koalisinya dari kalangan sayap kanan—termasuk dua menteri senior—menolak penghentian perang dan justru mendesak agar Israel terus menguasai Gaza tanpa batas waktu.

Kebuntuan inilah, yang menurut dua pejabat yang mengetahui pembicaraan tersebut, mendorong Israel membuat konsesi. Israel dikabarkan menyetujui adanya jaminan tertentu dalam proposal gencatan senjata, namun rumusan pastinya masih belum jelas. 

Dalam pernyataan publik pertamanya sejak pengumuman Trump, Netanyahu menegaskan seruannya untuk mengeliminasi Hamas secara total.

"Tidak akan ada lagi Hamas. Tidak akan ada Hamastan. Kami tidak akan kembali ke kondisi seperti itu. Itu sudah berakhir," tegas Netanyahu seperti dilansir Reuters, menegaskan kembali posisi lamanya tanpa memberikan petunjuk bagaimana kompromi dapat dicapai.

Respons Hamas atas Pengumuman Trump

Hamas, seperti dikutip dari Al Jazeera, menyatakan bahwa mereka tengah mempelajari proposal untuk gencatan senjata di Gaza. Namun, kelompok tersebut menegaskan bahwa mereka hanya akan menyetujui kesepakatan yang benar-benar mengakhiri perang dengan Israel.

Dalam pernyataan pada Rabu, Hamas mengungkapkan telah menerima proposal dari para mediator dan saat ini sedang mengadakan pembicaraan dengan mereka untuk menjembatani perbedaan demi kembali ke meja perundingan dan mencoba mencapai kesepakatan.

Tujuan utama dari Hamas adalah mencapai kesepakatan yang tidak hanya menghentikan perang di Gaza, namun juga memastikan penarikan pasukan Israel dari wilayah kantong tersebut.

Di sisi lain, menurut laporan media AS, Axios, para pejabat Israel telah memperingatkan bahwa militer mereka akan meningkatkan operasi di Gaza jika negosiasi gencatan senjata tidak segera menunjukkan kemajuan.

"Kami akan memperlakukan Kota Gaza dan kamp-kamp di wilayah tengah apa yang kami lakukan terhadap Rafah. Semuanya akan berubah menjadi debu," kutip media tersebut dari seorang pejabat senior Israel. "Itu bukan pilihan yang kami inginkan, tetapi jika tidak ada kemajuan menuju kesepakatan pembebasan sandera, kami tidak akan punya pilihan lain."

Sementara itu, warga Palestina tidak lagi memercayai Trump. Mereka telah berulang kali merasa dikecewakan oleh janji-janji gencatan senjata yang belum pernah benar-benar terwujud.

"Ada berbagai tajuk utama yang membicarakan kemungkinan adanya kesepakatan dan berakhirnya genosida, namun apa yang kami lihat di lapangan menunjukkan kenyataan yang berbeda. Rata-rata, 100 hingga 120 warga Palestina terbunuh setiap hari," ujar jurnalis Al Jazeera Hani Mahmoud yang melaporkan dari Kota Gaza.

"Jadi, bagi banyak orang, ini terlihat sangat munafik. Jika Anda bicara soal gencatan senjata maka Anda perlu menciptakan kondisi yang bisa mengarah pada gencatan senjata, bukan justru memperburuk keadaan. Dan apa yang kami lihat di lapangan jelas merupakan sebuah eskalasi."

Read Entire Article