Liputan6.com, Jakarta - Plt Duta Besar Ukraina untuk RI Yevhenia Shynkarenko meminta Indonesia mendorong gencatan senjata di Ukraina, karena serangan Rusia terhadap infrastruktur sipil terus meningkat di tengah invasi skala penuh yang sedang berlangsung.
Menjelang peringatan 33 tahun hubungan diplomatik Ukraina-Indonesia, Yevhenia Shynkarenko meminta Indonesia untuk tetap teguh dalam mendukung kedaulatan Ukraina dan menggunakan pengaruhnya sebagai kekuatan menengah terkemuka dalam diplomasi internasional.
"Kami meminta Indonesia untuk membantu kami menekan Rusia agar menghentikan serangan—untuk memulai dengan gencatan senjata penuh," kata Shynkarenko pada press briefing di Jakarta, pada Selasa (6/10/2025).
Shynkarenko mengkritik tanggapan Rusia terhadap operasi pertahanan Ukraina baru-baru ini, menyoroti pemboman terus-menerus oleh Moskow terhadap target sipil sebagai balasan atas penghancuran pesawat militer yang digunakan dalam serangan rudal oleh Ukraina.
"Setiap malam terjadi serangan besar-besaran di kota-kota Ukraina—gedung perumahan, sekolah, rumah sakit, rel kereta api," katanya.
"Malam ini, salah satu pesawat nirawak menghantam hanya beberapa ratus meter dari rumah orang tua saya. Itu bisa saja mereka."
Shynkarenko menekankan bahwa meskipun ada pembicaraan internasional yang sedang berlangsung—termasuk putaran negosiasi baru-baru ini pada tanggal 2 Juni—komitmen Moskow terhadap perdamaian masih dipertanyakan.
"Kami berharap Rusia serius tentang perdamaian, tetapi tingkat delegasi yang mereka kirim menunjukkan sebaliknya," jelasnya. "Usulan mereka masih menuntut penyerahan wilayah dan rakyat kami, yang tidak dapat dinegosiasikan."
Serangan Rusia ke Kota Enerhodar, Ukraina, menyebabkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir terbesar di Eropa terbakar. Kota-kota Ukraina lainnya juga digempur Rusia dan jatuh banyak korban jiwa.
Seruan untuk Dukung Ukraina
Shynkarenko memuji dukungan historis Indonesia untuk Ukraina, mengingat bahwa diplomat Ukraina Dmytro Manoilsky, yang mewakili Ukraina di Perserikatan Bangsa-Bangsa selama era Soviet, mendukung upaya kemerdekaan Indonesia pada tahun 1940-an.
"Kerja sama kami tidak dimulai hanya tiga tahun yang lalu. Itu sudah berlangsung puluhan tahun," katanya.
Ia menggarisbawahi biaya kemanusiaan dari perang tersebut, dengan menunjuk pada kematian bayi dan warga sipil yang sedang tertidur ketika rumah mereka diserang. "Itu pembunuhan yang brutal. Dan itu merupakan hal yang personal bagi setiap warga Ukraina," imbuhnya.
Kerja Sama dan Perdagangan di Tengah Konflik
Terlepas dari konflik tersebut, Shynkarenko juga menyoroti perkembangan positif dalam hubungan bilateral. Perdagangan Ukraina-Indonesia hampir dua kali lipat pada tahun 2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, meskipun masih tertinggal dari tingkat sebelum perang karena blokade Rusia terhadap Laut Hitam, rute ekspor utama Ukraina untuk gandum dan komoditas lainnya.
"Beberapa pengiriman yang dihancurkan dalam serangan Rusia adalah bantuan kemanusiaan—yang ditujukan untuk Yaman dan Palestina," ungkapnya. Ukraina, produsen gandum global utama, telah menghadapi gangguan besar-besaran karena lahan pertanian masih ditambang dan infrastruktur menjadi sasaran.
Shynkarenko mencatat potensi kerja sama di bidang-bidang seperti digitalisasi, keamanan siber, dan ketahanan energi—sektor-sektor tempat Ukraina telah mempercepat inovasi dalam menanggapi gangguan masa perang. "Kami tengah mengembangkan solusi baru, tidak hanya untuk pertahanan, tetapi juga untuk masyarakat biasa yang berusaha bertahan hidup selama pemadaman listrik dan runtuhnya infrastruktur," katanya.