Liputan6.com, Jakarta Penyakit Parkinson adalah kondisi neurodegeneratif yang memengaruhi sistem saraf pusat, menyebabkan berbagai masalah gerakan dan koordinasi. Kondisi ini berkembang secara bertahap dan dapat menyebabkan disabilitas seiring waktu. Contoh tokoh terkenal yang mengindap parkinson adalah Muhammad Ali. Petinju Amerika Serikat ini didiagnosis menderita penyakit Parkinson pada tahun 1984, sekitar 19 tahun setelah ia pensiun dari tinju.
"Penyakit ini terjadi karena kerusakan sel-sel saraf penghasil dopamin di otak, zat kimia yang berperan dalam mengirim sinyal untuk koordinasi gerakan," ujar dr. Gloria Tanjung, Sp.N seperti dikutip dari laman EMC.id, Rabu (12/6/2025)
Mengenali gejala awal dan mendapatkan penanganan yang tepat sangat penting untuk memperlambat perkembangan penyakit dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
"Meski lebih sering muncul di usia lanjut (biasanya di atas 60 tahun), Parkinson juga bisa menyerang orang yang lebih muda, terutama jika ada faktor genetik atau paparan lingkungan tertentu," jelas dokter spesialis neurologi ini.
Mengenal Gejala Penyakit Parkinson
Parkinson terjadi akibat penurunan produksi dopamin, neurotransmiter penting dalam otak yang mengontrol gerakan. Kekurangan dopamin menyebabkan kesulitan dalam mengendalikan gerakan, tremor, kekakuan, dan masalah keseimbangan. Meskipun penyebab pasti Parkinson belum sepenuhnya dipahami, faktor genetik, usia, dan paparan lingkungan tertentu diduga berperan dalam perkembangan penyakit ini.
Gejala Parkinson bervariasi antara individu, tetapi gejala motorik klasik meliputi tremor saat istirahat, kekakuan otot, gerakan melambat (bradikinesia), dan gangguan keseimbangan. Selain gejala motorik, pasien Parkinson juga sering mengalami gejala non-motorik seperti gangguan tidur, depresi, kecemasan, dan masalah kognitif. Kombinasi gejala ini dapat secara signifikan memengaruhi kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial.
Penyebab dan Faktor Risiko Parkinson
Penyebab pasti Parkinson belum sepenuhnya dipahami, tetapi kerusakan dan kematian sel-sel saraf penghasil dopamin di substansia nigra otak merupakan faktor utama. "Penyebab pasti Parkinson masih belum sepenuhnya dipahami. Kombinasi faktor genetik, paparan racun (seperti pestisida), dan penuaan sel saraf diduga menjadi pemicu utama," jelas dokter yang praktik di RS EMC Alam Sutera & Sentul.
Beberapa faktor risiko yang diidentifikasi meliputi:
- Genetika: Riwayat keluarga dengan Parkinson meningkatkan risiko.
- Usia: Risiko meningkat seiring bertambahnya usia, terutama setelah usia 60 tahun.
- Jenis kelamin: Pria lebih sering terkena daripada wanita.
- Paparan lingkungan: Paparan pestisida, herbisida, dan beberapa logam berat diduga dapat meningkatkan risiko.
- Cedera kepala: Cedera kepala berat dapat meningkatkan risiko.
Diagnosis Parkinson
Diagnosis Parkinson biasanya didasarkan pada evaluasi riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan evaluasi neurologis. Tidak ada tes tunggal yang dapat mendiagnosis Parkinson, tetapi dokter dapat menggunakan berbagai tes untuk membantu mengkonfirmasi diagnosis dan menyingkirkan kondisi lain.
"Diagnosis Parkinson tidak bisa dilakukan melalui tes darah atau pencitraan tunggal. Neurologis (dokter spesialis saraf) melakukan beberapa Langkah untuk menegakkan diagnosis," jelas Gloria.
Selama pemeriksaan fisik, dokter akan mengevaluasi gejala motorik seperti tremor, kekakuan, bradikinesia, dan gangguan keseimbangan. Dokter juga akan memeriksa refleks, kekuatan otot, dan koordinasi. Evaluasi neurologis dapat mencakup tes kognitif untuk menilai memori, perhatian, dan fungsi eksekutif.
Dalam beberapa kasus, dokter dapat merekomendasikan tes pencitraan otak seperti MRI atau CT scan untuk menyingkirkan kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala serupa. Tes lain yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis Parkinson termasuk DaTscan, yang mengukur kadar dopamin di otak.
Cara Penanganan Parkinson
Meskipun belum ada obat untuk Parkinson, ada berbagai opsi penanganan yang dapat membantu mengelola gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Pilihan penanganan meliputi obat-obatan, terapi, dan pembedahan.
Obat-obatan seperti levodopa/carbidopa digunakan untuk meningkatkan kadar dopamin di otak dan mengurangi gejala motorik seperti tremor, kekakuan, dan bradikinesia. Obat-obatan lain dapat digunakan untuk mengatasi gejala non-motorik seperti gangguan tidur, depresi, dan kecemasan. Terapi fisik, terapi okupasi, dan terapi wicara dapat membantu meningkatkan mobilitas, koordinasi, dan kemampuan berkomunikasi.
"Pada beberapa kasus, DBS (Deep Brain Stimulation) dengan prosedur pembedahan untuk menanam implant di area otak tertentu dapat dipertimbangkan," tambah Gloria. DBS melibatkan penanaman elektroda di area otak tertentu yang mengontrol gerakan. Elektroda mengirimkan impuls listrik yang membantu mengurangi gejala motorik seperti tremor, kekakuan, dan bradikinesia.
Adaptasi Gaya Hidup dan Dukungan Sosial untuk Pasien Parkinson
Selain pengobatan medis, adaptasi gaya hidup dan dukungan sosial dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien Parkinson. Adaptasi gaya hidup meliputi:
- Pola makan seimbang: Konsumsi makanan tinggi serat dan antioksidan.
- Aktivitas fisik teratur: Olahraga ringan seperti berjalan kaki atau berenang.
- Istirahat yang cukup: Konsultasikan ke dokter jika mengalami gangguan tidur.
Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan kelompok dukungan dapat membantu pasien Parkinson mengatasi tantangan emosional dan sosial yang terkait dengan penyakit ini. Bergabung dengan kelompok dukungan dapat memberikan kesempatan untuk berbagi pengalaman, belajar dari orang lain, dan mendapatkan dukungan emosional.
dr. Gloria Tanjung, Sp.N menyarankan pasien Parkinson untuk bergabung dengan komunitas support group untuk bertukar pengalaman dengan sesama pasien. Teknik relaksasi seperti meditasi atau terapi musik juga bisa membantu menjaga kesehatan mental.