Liputan6.com, Tel Aviv - Upaya untuk mengakhiri konflik panjang di Gaza tampaknya mulai menemukan titik terang. Setelah hampir 21 bulan perang yang telah meluluhlantakkan wilayah tersebut, pada Sabtu (6/7/2025), muncul kabar bahwa Israel akan mengirim tim perunding ke Qatar pada Minggu ini untuk mengikuti pembicaraan gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat.
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengonfirmasi hal ini, meski juga menegaskan bahwa Hamas masih mengajukan sejumlah perubahan pada proposal yang dinilai Israel “tidak dapat diterima.”
Presiden AS Donald Trump sendiri telah mendorong tercapainya kesepakatan damai ini, bahkan dijadwalkan akan menerima Netanyahu di Gedung Putih pada Senin mendatang untuk membahas kelanjutan proses perdamaian, dikutip dari laman AP, Minggu (6/7/2025).
Sementara di dalam Gaza, penderitaan warga belum mereda. Serangan udara Israel kembali menewaskan sedikitnya 14 warga Palestina, termasuk seorang dokter dan ketiga anaknya, saat serangan menghantam tenda-tenda pengungsi di Muwasi, kawasan padat di tepi Laut Mediterania.
Empat orang lainnya dilaporkan tewas di Bani Suheila, dan tiga orang lagi dalam rentetan serangan di Khan Younis. Militer Israel belum memberikan komentar atas serangan tersebut.
Dalam insiden terpisah di Rafah, delapan warga Palestina tewas di dekat lokasi distribusi bantuan milik Gaza Humanitarian Foundation (GHF) — lembaga yang didukung Israel — dan seorang lainnya juga meninggal dekat titik distribusi lainnya. Namun GHF membantah kejadian tersebut terjadi dekat fasilitas mereka. Menurut organisasi itu, area distribusi mereka dijaga ketat oleh kontraktor swasta dan hanya bisa diakses setelah melewati pos militer Israel yang berjarak ratusan meter.
Militer Israel menyatakan bahwa mereka hanya melepaskan tembakan peringatan untuk mengendalikan massa dan akan menargetkan orang-orang secara langsung hanya jika pasukan mereka berada dalam bahaya.
Sejumlah warga Palestina di Gaza tidak percaya dengan adanya informasi gencatan senjata Israel dan Hamas. Mereka skeptis hal tersebut bakal terjadi.
Proposal Terbaru AS
Di sisi lain, suasana hati warga Gaza masih diliputi kehati-hatian meski muncul secercah harapan. Hamas pada Jumat malam disebut telah memberikan tanggapan “positif” atas proposal terbaru AS mengenai gencatan senjata selama 60 hari, meski menekankan perlunya diskusi lebih lanjut untuk implementasinya.
“Kami sudah terlalu lelah. Cukup sudah kelaparan ini, cukup penutupan perbatasan ini. Kami hanya ingin bisa tidur tenang tanpa mendengar suara jet tempur, drone, atau tembakan,” ujar Jamalat Wadi, salah seorang pengungsi Gaza di Deir al-Balah, sambil menyipitkan mata menahan terik matahari.
Hamas mendesak adanya jaminan bahwa gencatan senjata tahap awal akan benar-benar mengarah pada penghentian total perang serta penarikan pasukan Israel dari Gaza. Hingga kini, negosiasi masih sering mandek karena Hamas menuntut adanya komitmen untuk mengakhiri perang, sementara Netanyahu tetap bersikukuh Israel akan melanjutkan operasi militer guna memastikan kehancuran Hamas.
Dukungan agar kesepakatan segera tercapai juga datang dari warga Israel sendiri, terutama keluarga para sandera yang hingga kini belum dibebaskan Hamas. “Kirimlah delegasi dengan mandat penuh untuk menuntaskan perjanjian komprehensif, akhiri perang ini, dan bawa pulang semua orang. Tidak boleh ada yang tertinggal,” kata Einav Zangauker, ibu salah satu sandera, dalam aksi solidaritas di Tel Aviv.
Sementara itu, lebih dari dua juta penduduk Gaza kini sangat bergantung pada bantuan internasional. Perang telah memporak-porandakan pertanian dan jalur pasokan pangan, membuat banyak warga hidup di ambang kelaparan. Truk-truk bantuan kerap dikerubungi warga yang tak sabar menunggu, bahkan sering dijarah sebelum mencapai titik distribusi resmi — yang sebagian besar harus melintasi wilayah yang dikontrol militer Israel.
Upaya perdamaian memang mulai menunjukkan sinyal positif. Namun di tengah dentuman bom dan jeritan kelaparan, harapan itu tetap rapuh dan masih menunggu pembuktian nyata di meja perundingan.